Laman

Rabu, 20 Juni 2012

TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
RUMUSAN TINDAK PIDANA,
UNSUR-UNSUR DAN KUALIFIKASI TINDAK PIDANA PEMILU
Rumusan tindak pidana pemilu dapat ditemukan dalam UU No. 10 Tahun 2008, BAB XXI dengan titel Ketentuan Pidana, dimulai dari Pasal 260 sampai Pasal 311. Untuk keperluan praktis dan dengan memperhatikan efektifitas penerapannya, tiap-tiap Pasal tindak pidana PEMILU, ditetapkan unsur-unsur dan kualifikasinya. Agar lebih dapat memahami maksud rumusan tindak pidana PEMILU, maka tiap-tiap rumusan delik yang menunjuk dan atau menghubungkan dengan pasal-pasal lain, maka pasal-pasal yang ditunjuk dan atau dikaitkan dengan rumusan delik tersebut dikutip.

Pasal 260 
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur Setiap orang; Sengaja; menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya

Kualifikasi : “MENYEBABKAN ORANG LAIN KEHILANGAN HAK PILIHNYA”

Pasal 261
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur : Setiap orang; Sengaja; memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih;

Kualifikasi : “MEMBERIKAN KETERANGAN PALSU UNTUK PENGISIAN DAFTAR PEMILIH” 

Pasal 262
Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancarnan kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua betas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur : Setiap orang; dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya; pada saat pendaftaran pemilih; menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu

Kualifikasi :“MENGHALANG-HALANGI SESEORANG UNTUK TERDAFTAR SEBAGAI PEMILIH DALAM PEMILU

Pasal 263
Petugas PPS/PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur : Petugas PPS/PPLN; Sengaja; tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu.

Kualifikasi : “PETUGAS PPS/PPLN TIDAK MEMPERBAIKI DAFTAR PEMILIH SEMENTARA” Pasal 36 ayat (6) :PPS wajib memperbaiki daftar pemilih sementara berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat dan Peserta Pemilu.
Pasal 37 ayat (2) :PPS wajib melakukan perbaikan terhadap daftar pemilih sementara hasil perbaikan berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) hari setelah berakhirnya pengumuman.
Pasal 43 ayat (5) :PPLN wajib memperbaiki daftar pemilih sementara berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat.

Pasal 264
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur : Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN; tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih;

Kualifikasi : “ ANGGOTA KPU, PPK, PPS, DAN PPLN MERUGIKAN WARGA NEGARA INDONESIA YANG MEMILIKI HAK PILIH Pasal 49 ayat (2) :KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS dan PPLN wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 265
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Mengandung unsur-unsur : Setiap orang; Sengaja; melakukan perbuatan curang; menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu;

Kualifikasi :MELAKUKAN PERBUATAN CURANG UNTUK MEMPEROLEH DUKUNGAN BAGI PENCALONAN ANGGOTA DPD DALAM PEMILU
Persyaratan dukungan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf p meliputi:

  1. provinsi yang berpenduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 1.000 (seribu) pemilih; 
  2. provinsi yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 2.000 (dua ribu) pemilih 
  3. provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 3.000 (tiga ribu) pemilih 
  4. provinsi yang berpenduduk lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima betas juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 4.000 (empat ribu) pemilih. 
  5. provinsi yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 5.000 (lima ribu) pemilih. 


Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
(3).  Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
(4).  Seorang pendukung tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD.
(5).  Dukungan yang diberikan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal.
(6). Jadwal waktu pendaftaran Peserta Pemilu anggota DPD ditetapkan oleh KPU.

Pasal 266
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu;
Kualifikasi : “ MEMBUAT SURAT ATAU DOKUMEN PALSU ATAU ORANG YANG MENGGUNAKANNYA UNTUK MENJADI BAKAL CALON ANGGOTA LEGISLATIF ATAU CALON PESERTA PEMILU 
Pasal 63 : Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, maka KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dilakukan proses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 73 : Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPD, maka KPU dan KPU provinsi berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dilakukan proses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 267
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam malaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Mengandung unsur-unsur :
ð Anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota;
ð tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota dalam malaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu;
Kualifikasi : “ANGGOTA KPU TIDAK MENINDAKLANJUTI TEMUAN PENGAWAS PEMILU DALAM MALAKSANAKAN VERIFIKASI PARTAI POLITIK CALON PESERTA PEMILU”
Pasal 18 ayat (3) : KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 268
Setiap anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan dalam Pasal 70 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
ð tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu dan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota;
Kualifikasi : “ANGGOTA KPU TIDAK MENINDAKLANJUTI TEMUAN PENGAWAS PEMILU DALAM PELAKSANAAN VERIFIKASI PARTAI POLITIK CALON PESERTA PEMILU DAN BAKAL CALON ANGGOTA LEGISLATIF”
Pasal 60 ayat (3) : KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 70 ayat (3) : KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 269
Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) atau paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu;
Kualifikasi : “MELAKUKAN KAMPANYE DI LUAR JADWAL WAKTU YANG TELAH DITETAPKAN OLEH KPU”
Pasal 82, berbunyi :
(1)    Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a sampai dengan huruf e dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah calon Peserta Pemilu ditetapkan sebagai Peserta Pemilu sampai dengan dimulainya masa tenang.
(2)    Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf f dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.
(3)    Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara.

Pasal 270
Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.24.000.000.00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu;
Kualifikasi : “MELANGGAR LARANGAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILU”
Pasal 84 berbunyi :
(1)    Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang:
a       mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b       melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c       menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
d       menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e       mengganggu ketertiban umum;
f        mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g       merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
h       menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i        membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan;

Pasal 271
Setiap pelaksana kampanye yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2), dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Pelaksana kampanye;
ð Mengikutsertakan :
a.     Hakim Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi;
b.     Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c.     Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia;
d.     Pejabat Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;
e.     Pegawai negeri sipil;
f.      Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
g.     Kepala desa;
h.     Perangkat desa;
i.      Anggota badan permusyaratan desa;
j.      Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN HAKIM”,
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN Ketua, WAKIL KETUA, DAN ANGGOTA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN GUBERNUR, DEPUTI GUBERNUR SENIOR, DAN DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN PEJABAT BADAN USAHA MILIK NEGARA/BADAN USAHA MILIK DAERAH”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN TENTARA NASIONAL INDONESIA”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN KEPALA DESA”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN PERANGKAT DESA”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN ANGGOTA BADAN PERMUSYARATAN DESA”
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGIKUTSERTAKAN WARGA NEGARA INDONESIA YANG TIDAK MEMILIKI HAK MEMILIH”
Pasal 84 ayat (2) : Pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan:
a       Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b       Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c       Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia;
d       pejabat Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;
e       pegawai negeri sipil;
f        anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
g       kepala desa;
h       perangkat desa;
i        anggota badan permusyaratan desa; dan
j        Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

Pasal 272
Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/hakim Agung/hakim Konstitusi, hakim-hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubemur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dikenai pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubemur Bank Indonesia serta Pejabat BUMN/BUMD;
ð ikut serta sebagai pelaksana kampanye.
Kualifikasi : “HAKIM IKUT SERTA SEBAGAI PELAKSANA KAMPANYE”
Kualifikasi : “KETUA/WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN IKUT SERTA SEBAGAI PELAKSANA KAMPANYE”
Kualifikasi : “GUBERNUR, DEPUTI GUBERNUR SENIOR, DAN DEPUTI GUBEMUR BANK INDONESIA IKUT SERTA SEBAGAI PELAKSANA KAMPANYE”
Kualifikasi : “PEJABAT BUMN/BUMD IKUT SERTA SEBAGAI PELAKSANA KAMPANYE”
Pasal 84 ayat (3) : Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf i dilarang ikut serta sebagai pelaksana kampanye
Pasal 273
Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (5) dikenai pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa;
ð ikut serta;
ð pelaksana kampanye;
ð mengerahkan pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya dan menggunakan fasilitas negara;
Kualifikasi : “PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG IKUT SERTA KAMPANYE MENGERAHKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KERJANYA DAN MENGGUNAKAN FASILITAS NEGARA”
Kualifikasi : ”ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG IKUT SERTA KAMPANYE MENGERAHKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KERJANYA DAN MENGGUNAKAN FASILITAS NEGARA”
Kualifikasi : “KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG IKUT SERTA KAMPANYE MENGERAHKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KERJANYA DAN MENGGUNAKAN FASILITAS NEGARA”
Kualifikasi : “KEPALA DESA YANG IKUT SERTA KAMPANYE MENGERAHKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KERJANYA DAN MENGGUNAKAN FASILITAS NEGARA”
Kualifikasi : “PERANGKAT DESA YANG IKUT SERTA KAMPANYE MENGERAHKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KERJANYA DAN MENGGUNAKAN FASILITAS NEGARA”
Kualifikasi : “ANGGOTA BADAN PERMUSYARATAN DESA YANG IKUT SERTA KAMPANYE MENGERAHKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KERJANYA DAN MENGGUNAKAN FASILITAS NEGARA”
Pasal 84 :
(3)    Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf i dilarang ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
(5)    Sebagai peserta kampanye, pegawai negeri sipil dilarang mengerahkan pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara.

Pasal 274
Pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000.00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Pelaksana kampanye;
ð Sengaja;
ð menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Peserta Pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MELAKUKAN KECURANGAN YANG MENYEBABKAN SUARA TIDAK SAH”

Pasal 87 berbunyi :
Dalam hal terbukti pelaksana kampanye menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar:
a       tidak menggunakan hak pilihnya;
b       menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
c       memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu;
d       memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota tertentu; atau
e       memilih calon anggota DPD tertentu,
dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 275
Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota;
ð melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan kampanye Pemilu;
Kualifikasi : “KPU MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMILU DALAM PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILU”
Pasal 123 :
(1)    Bawaslu melakukan pengawasan pelaksanaan tahapan kampanye secara nasional, terhadap:
a       kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Seretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu yang sedang berlangsung; atau
b       kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.

Pasal 276
Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan;
Kualifikasi : “MEMBERI ATAU MENERIMA DANA KAMPANYE MELEBIHI BATAS YANG DITENTUKAN”
Pasal 131 :
(1)    Dana kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2) huruf c tidak boleh melebihi Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)    Dana kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha non pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2) huruf c tidak boleh melebihi Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 133 berbunyi :
(2)    Dana kampanye Pemilu calon anggota DPD yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) huruf b tidak boleh melebihi Rp.250.000.000.00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
(3)    Dana kampanye Pemilu calon anggota DPD yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahan dan/atau badan usaha non pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) huruf b tidak boleh melebihi Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 277
Peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp.36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Peserta pemilu
ð menerima sumbangan dan/atau bantuan yang berasal dari:
a       pihak asing;
b      penyumbang yang tidak jelas identitasnya;
c       pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau
d      pemerintah desa dan badan usaha milik desa.
dan/atau menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa kampanye berakhir.

Kualifikasi : “PESERTA PEMILU MENERIMA SUMBANGAN DAN/ATAU BANTUAN DARI PIHAK ASING”
Kualifikasi : “PESERTA PEMILU MENERIMA SUMBANGAN DAN/ATAU BANTUAN DARI PENYUMBANG YANG TIDAK JELAS IDENTITASNYA”
Kualifikasi : “PESERTA PEMILU MENERIMA SUMBANGAN DAN/ATAU BANTUAN DARI PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH”
Kualifikasi : “PESERTA PEMILU MENERIMA SUMBANGAN DAN/ATAU BANTUAN DARI BADAN USAHA MILIK NEGARA, DAN BADAN USAHA MILIK DAERAH”
Kualifikasi : “PESERTA PEMILU MENERIMA SUMBANGAN DAN/ATAU BANTUAN DARI PEMERINTAH DESA DAN BADAN USAHA MILIK DESA”
Kualifikasi : “PESERTA PEMILU MENGGUNAKAN DANA SUMBANGAN TIDAK SAH”
Kualifikasi : “PESERTA PEMILU TIDAK MELAPORKAN DANA SUMBANGAN TIDAK SAH KEPADA KPU DAN
Kualifikasi : “PESERTA PEMILU TIDAK MENYERAHKAN DANA SUMBANGAN TIDAK SAH KEPADA KAS NEGARA DALAM WAKTU PALING LAMBAT 14 (EMPAT BELAS) HARI SETELAH MASA KAMPANYE BERAKHIR”
Pasal 139 :
(1)    Peserta Pemilu dilarang menerima sumbangan yang berasal dari:
          a.     pihak asing;
          b.     penyumbang yang tidak jelas identitasnya;
          c.     pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau;
          d.     pemerintah desa dan badan usaha milik desa.
(2)  Peserta Pemilu yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa kampanye berakhir.
(3)  Peserta Pemilu yang tidak memenuhi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 278
Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu;
Kualifikasi : “MENGACAUKAN, MENGHALANGI, ATAU MENGGANGGU JALANNYA KAMPANYE PEMILU”

Pasal 279
 (1).     Pelaksana kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
 (2).     Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Pasal 279 ayat (1) mengandung unsur-unsur :
ð Pelaksana kampanye;
ð lalai;
ð mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE KARENA KEALPAANYA MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA TAHAPAN PENYELENGGARAAN PEMILU DI TINGKAT DESA/KELURAHAN”
Pasal 279 ayat (2) mengandung unsur-unsur :
ð Pelaksana kampanye;
ð karena kesengajaan;
ð mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE DENGAN SENGAJA MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA TAHAPAN PENYELENGGARAAN PEMILU DI TINGKAT DESA/KELURAHAN”
Pasal 107 : Dalam hal ditemukan dugaan bahwa pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu di tingkat desa/kelurahan dikenai tindakan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.


Pasal 280
Setiap pelaksana, peserta, atau petugas Kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Pelaksana, peserta, atau petugas Kampanye;
ð sengaja atau lalai;
ð terbukti mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu;

Kualifikasi : “PELAKSANA KAMPANYE MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA TAHAPAN PENYELENGGARAAN PEMILU”
Kualifikasi : “PESERTA KAMPANYE MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA TAHAPAN PENYELENGGARAAN PEMILU”
Kualifikasi : “PETUGAS KAMPANYE MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA TAHAPAN PENYELENGGARAAN PEMILU”
Pasal 281
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye;
Kualifikasi : “MEMBERIKAN KETERANGAN PALSU DALAM LAPORAN DANA KAMPANYE”
Pasal 134 berbunyi :
(1)    Partai Politik Peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya memberikan laporan awal dana kampanye Pemilu dan rekening khusus dana kampanye kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye dalam bentuk rapat umum.
(2)    Calon anggota DPD Peserta Pemiiu memberikan laporan awal dana kampanye Pemilu dan rekening khusus dana kampanye kepada KPU melalui KPU provinsi paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye dalam bentuk rapat umum.

Pasal 135 berbunyi :
(1)    Laporan dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari/tanggal pemungutan suara.
(2)    Laporan dana kampanye calon anggota DPD yang meliputi penerimaan dan pengeluaran disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari/tanggal pemungutan suara.

Pasal 282
Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau hasil jajak pendapat dalam masa tenang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð mengumumkan hasil survei atau hasil jajak pendapat;
ð dalam masa tenang;
Kualifikasi : “MENGUMUMKAN HASIL SURVEI DALAM MASA TENANG”
Kualifikasi : “MENGUMUMKAN HASIL JAJAK PENDAPAT DALAM MASA TENANG”

Pasal 283
Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Ketua KPU;
ð Sengaja;
ð menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan;
Kualifikasi : “KETUA KPU MENETAPKAN JUMLAH SURAT SUARA YANG DICETAK MELEBIHI JUMLAH YANG DITENTUKAN”
Pasal 145 :
(2)    Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah pemilih tetap ditambah dengan 2% (dua perseratus) dari jumlah pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan keputusan KPU.
(3)    Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang.
(4)    Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh KPU untuk setiap daerah pemilihan sebanyak 1.000 (seribu) surat suara pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus, masing-masing surat suara untuk anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.


Pasal 284
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Perusahaan pencetak surat suara;
ð  sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU;
Kualifikasi : “PERUSAHAAN PENCETAK SURAT SUARA MENCETAK SURAT SUARA MELEBIHI JUMLAH YANG DITETAPKAN OLEH KPU”

Pasal 146 ayat (1) : Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU dan harus menjaga kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.
Pasal 285
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap perusahaan pencetak surat suara;
ð tidak menjaga kerahasian, keamanan, dan keutuhan surat suara;
Kualifikasi : “PERUSAHAAN PENCETAK SURAT SUARA TIDAK MENJAGA KERAHASIAN, KEAMANAN, DAN KEUTUHAN SURAT SUARA”
Pasal 146 ayat (1) : Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU dan harus menjaga kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.

Pasal 286
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð pada saat pemungutan suara;
ð menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
Kualifikasi : “PADA SAAT PEMUNGUTAN SUARA MELAKUKAN KECURANGAN SEHINGGA SURAT SUARANYA TIDAK SAH ”

Pasal 287
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara;
Kualifikasi : “MENGGUNAKAN KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN TERHADAP SESEORANG YANG AKAN MELAKUKAN HAKNYA UNTUK MEMILIH”
Kualifikasi : “MENGHALANGI SESEORANG YANG AKAN MELAKUKAN HAKNYA UNTUK MEMILIH”
Kualifikasi : “MELAKUKAN KEGIATAN YANG MENIMBULKAN GANGGUAN KETERTIBAN DAN KETENTERAMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA”

Pasal 288
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua beias) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang;
Kualifikasi : “MELAKUKAN PERBUATAN YANG MENYEBABKAN SUARA SEORANG PEMILIH MENJADI TIDAK BERNILAI”
Kualifikasi : “MELAKUKAN PERBUATAN YANG MENYEBABKAN PESERTA PEMILU TERTENTU MENDAPAT TAMBAHAN SUARA”
Kualifikasi : “MELAKUKAN PERBUATAN YANG MENYEBABKAN PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU MENJADI BERKURANG”

Pasal 289
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain;
Kualifikasi : “PADA SAAT PEMUNGUTAN SUARA MEMALSUKAN IDENTITAS DIRI”

Pasal 290
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð pada waktu pemungutan suara;
ð memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS;
Kualifikasi : “PADA WAKTU PEMUNGUTAN SUARA MEMBERIKAN SUARANYA LEBIH DARI SATU KALI DI SATU ATAU LEBIH TPS”

Pasal 291
Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð menggagalkan pemungutan suara;
Kualifikasi : “MENGGAGALKAN PEMUNGUTAN SUARA”

Pasal 292
Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Mengandung unsur-unsur :
ð Seorang majikan/atasan;
ð tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja;
ð memberikan suaranya pada pemungutan suara;
Kualifikasi : “MAJIKAN/ATASAN TIDAK MEMBERI KESEMPATAN KEPADA PEKERJA UNTUK MEMBERIKAN SUARANYA PADA PEMUNGUTAN SUARA”

Pasal 293
Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel;
Kualifikasi : “MERUSAK HASIL PEMUNGUTAN SUARA YANG SUDAH DISEGEL”
Kualifikasi : “MENGHILANGKAN HASIL PEMUNGUTAN SUARA YANG SUDAH DISEGEL”

Pasal 294
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN;
ð Sengaja;
ð tidak memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara;
Kualifikasi : “KETUA DAN ANGGOTA KPPS/KPPSLN TIDAK MEMBERIKAN SURAT SUARA PENGGANTI DAN TIDAK MENCATAT SURAT SUARA YANG RUSAK DALAM BERITA ACARA”
Pasal 155 ayat (2) : Apabila pemilih menerima surat suara yang ternyata rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS wajib memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara.

Pasal 295
Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pifihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð yang bertugas membantu pemilih;
ð sengaja; 
ð memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain;
Kualifikasi : “ORANG YANG BERTUGAS MEMBANTU PEMILIH MEMBERITAHUKAN PILIHAN PEMILIH KEPADA ORANG LAIN”
Pasal 156 ayat (2) : Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih.

Pasal 296
 (1).     Dalam hal KPU kabupaten/kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2) sementara persyaratan dalam Undang-Undang ini telah terpenuhi anggota KPU kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

 (2).     Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Pasal 296 ayat (1) mengandung unsur-unsur :
ð KPU kabupaten/kota;
ð tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS;
Kualifikasi : “KPU KABUPATEN/KOTA TIDAK MENETAPKAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DI TPS”
Pasal 220 ayat (2) : Usul KPPS diteruskan kepada PPK untuk selanjutnya diajukan kepada KPU kabupaten/kota untuk pengambilan keputusan diadakannya pemungutan suara ulang.
Pasal 296 ayat (2) mengandung unsur-unsur :
ð Ketua dan anggota KPPS;
ð Sengaja;
ð tidak melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS;
Kualifikasi : “KETUA DAN ANGGOTA KPPS TIDAK MELAKSANAKAN KETETAPAN KPU KABUPATEN/KOTA UNTUK MELAKSANAKAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG DI TPS”

Pasal 297
Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð karena kelalaiannya;
ð menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel;
Kualifikasi : “KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN RUSAK ATAU HILANGNYA BERITA ACARA PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DAN SERTIFIKAT HASIL PENGHITUNGAN SUARA YANG SUDAH DISEGEL”

Pasal 298
Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara;
Kualifikasi : ” MENGUBAH BERITA ACARA HASIL PENGHITUNGAN SUARA DAN/ATAU SERTIFIKAT HASIL PENGHITUNGAN SUARA”
Pasal 299
 (1).     Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000,00 (duabelas juta rupiah).
 (2).     Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 299 ayat (1) mengandung unsur-unsur :
ð Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK;
ð karena kelalaiannya;
ð mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara;
Kualifikasi : “ANGGOTA KPU, DAN PPK KARENA KELALAIANNYA MENGAKIBATKAN HILANG ATAU BERUBAHNYA BERITA ACARA HASIL REKAPITULASI PENGHITUNGAN PEROLEHAN SUARA DAN/ATAU SERTIFIKAT PENGHITUNGAN SUARA”
Pasal 299 ayat (2) mengandung unsur-unsur :
ð Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK;
ð karena kesengajaan;
ð mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara;
Kualifikasi : “ANGGOTA KPU, DAN PPK DENGAN SENGAJA MENGAKIBATKAN HILANG ATAU BERUBAHNYA BERITA ACARA HASIL REKAPITULASI PENGHITUNGAN PEROLEHAN SUARA DAN/ATAU SERTIFIKAT PENGHITUNGAN SUARA”

Pasal 300
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang;
ð Sengaja;
ð merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu;
Kualifikasi : “MERUSAK, MENGGANGGU, ATAU MENDISTORSI SISTEM INFORMASI PENGHITUNGAN SUARA HASIL PEMILU”

Pasal 301
Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Mengandung unsur-unsur :
ð Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN
ð Sengaja;
ð tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara Peserta Pemilu dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD;

Kualifikasi : “KETUA DAN ANGGOTA KPPS/KPPSLN TIDAK MEMBUAT DAN MENANDATANGANI BERITA ACARA PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU”
Kualifikasi : “KETUA DAN ANGGOTA KPPS/KPPSLN TIDAK MEMBUAT DAN MENANDATANGANI BERITA ACARA PEROLEHAN SUARA CALON ANGGOTA LEGISLATIF”

Pasal 302
Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap KPPS/KPPSLN;
ð Sengaja;
ð tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS;
Kualifikasi : “KPPS/KPPSLN TIDAK MEMBERIKAN SALINAN BERITA ACARA PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA, DAN SERTIFIKAT HASIL PENGHITUNGAN SUARA KEPADA SAKSI PESERTA PEMILU, PENGAWAS PEMILU LAPANGAN, PPS, DAN PPK MELALUI PPS”

Pasal 303
Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (4) dan ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap KPPS/KPPSLN;
ð tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara;
ð tidak menyerahkan kotak suara tersegel, kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama;
Kualifikasi : “KPPS/KPPSLN TIDAK MENJAGA, MENGAMANKAN KEUTUHAN KOTAK SUARA, DAN MENYERAHKAN KOTAK SUARA TERSEGEL, KEPADA PPK MELALUI PPS ATAU KEPADA PPLN BAGI KPPSLN PADA HARI YANG SAMA”
Pasal 180 :
(4) KPPS/KPPSLN wajib menyegel, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara.
(5) KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama.

Pasal 304
Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap Pengawas Pemilu Lapangan;
ð tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU kabupaten/kota;
Kualifikasi : “PENGAWAS PEMILU LAPANGAN TIDAK MENGAWASI PENYERAHAN KOTAK SUARA”
Pasal 180 ayat (6) : Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diawasi oleh Pengawas Pemilu Lapangan dan Panwaslu kecamatan serta wajib dilaporkan kepada Panwaslu kabupaten/kota

Pasal 305
Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap PPS;
ð tidak mengumumkan hasil penghitungan suara;
ð di wilayah kerjanya;
Kualifikasi : “PPS TIDAK MENGUMUMKAN HASIL PENGHITUNGAN SUARA DI WILAYAH KERJANYA”
Pasal 181 : PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum.

Pasal 306
Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð KPU;
ð tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional;
Kualifikasi : “KPU TIDAK MENETAPKAN PEROLEHAN HASIL PEMILU ANGGOTA LEGISLATIF SECARA NASIONAL”
Pasal 199 ayat (2) : KPU wajib menetapkan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Pasal 307
Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang atau lembaga;
ð melakukan penghitungan cepat yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara;
Kualifikasi : “MELAKUKAN PENGHITUNGAN CEPAT DAN MENGUMUMKAN HASIL PENGHITUNGAN CEPAT PADA HARI/TANGGAL PEMUNGUTAN SUARA”
Pasal 308
Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Setiap orang atau lembaga;
ð melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu;
Kualifikasi: “MELAKUKAN PENGHITUNGAN CEPAT YANG TIDAK MEMBERITAHUKAN BAHWA HASIL PENGHITUNGAN CEPAT BUKAN MERUPAKAN HASIL RESMI PEMILU”
Pasal 309
Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota;
ð tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
Kualifikasi : “KPU TIDAK MELAKSANAKAN PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM TETAP”
Pasal 257 ayat (2) : KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 310
Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam Juta rupiah).
Mengandung unsur-unsur :
ð Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/pengawas Pemilu Luar Negeri;
ð Sengaja;
ð tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu;
Kualifikasi : “PENGAWAS PEMILU TIDAK MENINDAKLANJUTI LAPORAN PELANGGARAN PEMILU YANG DILAKUKAN OLEH PENYELENGGARA PEMILU DALAM SETIAP TAHAPAN PENYELENGGARAAN PEMILU”

Pasal 311
Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan pelanggaran pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260, Pasal 261, Pasal 262, Pasal 265, Pasal 266, Pasal 269, Pasal 270, Pasal 276, Pasal 278, Pasal 281, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 293, Pasal 295, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 300, maka pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam pasal-pasal tersebut.

Pasal 260 : Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 261 : Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperiukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Pasal 262 : Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancarnan kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini, dipidana penjara paling singkat 12 (dua betas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 265 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang atau dengan memaksa atau dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 266 : Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen yang dipalsukan untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan dalam Pasal 73, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Pasal 269 : Setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota untuk masing-masing Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) atau paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


Pasal 270 : Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.24.000.000.00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 276 : Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah).

Pasal 278 : Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 281 : Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 286 : Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 287 : Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 288 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua beias) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 289 : Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Pasal 290 : Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Pasal 291 : Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pasal 293 : Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 295 : Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pifihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Pasal 297 : Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 298 : Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 300 : Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).



BAB II
HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU
Penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu secara umum digunakan KUHAP, hal itu ditentukan dalam Pasal 254 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008, namun hukum acara tindak pidana PEMILU ada yang diatur secara khusus dalam BAB XX Bagian Kesatu dengan titel “Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Dan Perselisihan Hasil Pemilu”, Paragraf 3 dengan sub titel “Pelanggaran Pidana Pemilu”, Pasal 252 sampai dengan Pasal 257 UU No. 10 Tahun 2008.
Pasal 252
Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemiluyang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Pasal 253
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak menerima laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik kepolisian disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada penuntut umum. Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari sejak menerima berkas perkara.
Pasal 254
 (1).     Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
 (2).     Sidang pemeriksaan perkara pidana Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh hakim khusus.
 (3).     Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan peraturan Mahkamah Agung.

Pasal 255
 (1).     Pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.
 (2).     Dalam hal terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
 (3).     Pengadilan negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada pengadilan tinggi paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
 (4).     Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima.
 (5).     Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak ada upaya hukum lain.

Pasal 256
 (1).     Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 255 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
 (2).     Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 255 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh jaksa.

Pasal 257
 (1).     Putusan pengadilan terhadap kasus pelanggaran pidana Pemilu yang menurut Undang-Undang ini dapat memengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional.
 (2).     KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 (3).     Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota dan Peserta Pemilu pada hari putusan pengadilan tersebut dibacakan.

BAB III
TINJAUAN KRITIS TERHADAP  TINDAK PIDANA PEMILU
DALAM UU NO. 10 TAHUN 2008

PARAGRAF I 
KLASIFIKASI TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM

Tindak pidana pemilihan umum yang selanjutnya disingkat PEMILU, diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008, BAB XXI dengan titel Ketentuan Pidana, dimulai dari Pasal 260 sampai Pasal 311. Melihat dari materi pasal-pasal tersebut, tindak pidana PEMILU dapat diklasifikasikan dari beberapa sudut pandang, sebagai berikut :
A.   Pelaku tindak pidana.
B.    Ancaman Pidana
C.    Kesalahan (Kesengajaan atau Kealpaan)
Klasifikasi tersebut akan bermanfaat secara akademik untuk mensistimatisir dan bagi para praktisi berguna untuk pertimbangan hukum dalam kaitannya dengan pemidanaannya,  yang selanjutnya akan dipaparkan dalam urian di bawah ini.
A.   Pelaku tindak pidana :
1.     ORANG :
1.1.     SUBYEK HUKUM UMUM (“Barang siapa”) :
Pelaku tindak pidana PEMILU yang dirumuskan untuk subyek hukum umum, orang pada umumnya, biasanya dirumuskan dengan kata “barang siapa”. UU PEMILU dalam beberapa pasal merumuskan subyek hukum umum dalam pasal-pasal : 260, 262, 265, 266, 269, 270, 276, 278, 281, 282, 286, 287, 288, 289, 290, 291, 293, 295, 297, 298, 300, 307, dan 308 .

1.2.     SUBYEK HUKUM KHUSUS :
Subyek hukum khusus ditujukan bagi Penyelenggara PEMILU dan Pejabat Publik, serta selain dari subyek hukum umum, hal itu masing-masing tertuang dalam pasal-pasal sebagai berikut :
1.2.1.     Penyelenggara PEMILU : 263, 264, 267, 268, 275, 280, 283 294, 296, 299, 301, 302, 303, 304, 305, 306, 309, 310, dan 311.
1.2.2.     Peserta Pemilu : Pasal 271, 274, 277,
1.2.3.     Pejabat Publik : Pasal 272 dan 273.
1.2.4.     Badan Hukum : Pasal 284 dan 285.
1.2.5.     Majikan : Pasal 292.

B.    Ancaman Pidana :
Tindak pidana PEMILU ancaman pidanaya berfariasi, berkorelasi dengan berat  ringannya pelanggaran menurut pandangan atau penilaian umum pembuat UU. Pidana pemilu yang dicantumkan dalam tiap-tiap pasal dapat dikualifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu :
1.     Ancaman pidana berat :
2.     Ancaman pidana sedang :
3.     Ancaman pidana ringan :
C.    Kesalahan (Kesengajaan atau Kealpaan) :
Tiap-tiap tindak pidana dilihat dari kesalahan si pelaku dapat dibedakan antara kesalahan yang disengaja dan kesalahan yang tidak disengaja atau kealpaan atau kelalaian.
1.     Kesengajaan : Pasal 263, 265, 266, 269, 270, 278, 279, 281, 283, 286-291, 293-296 ayat (2), 298, 299
2.     Kesengajaan atau Kelalaian :
3.     Kelalaian :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar anda